Kementerian Keuangan Republik Indonesia | |
---|---|
Menteri | Agus Martowardojo |
Wakil menteri | Anny Ratnawati Mahendra Siregar |
Sekretaris jenderal | Mulia Panusunan Nasution |
Kementerian Keuangan mempunyai motto Nagara Dana Rakça yang berarti Penjaga Keuangan Negara.
Kantor pusat Kementerian Keuangan terletak di Jalan Dr. Wahidin Nomor 1 dan Jalan Lapangan Banteng Timur Nomor 2-4, Jakarta Pusat. Keduanya merupakan kompleks yang terdiri dari beberapa gedung yang letaknya saling berseberangan. Kebanyakan instansi setingkat eselon I di bawah Kementerian Keuangan bertempat di lokasi ini. Instansi eselon I di bawah Kementerian Keuangan yang tidak berkantor pusat di dalam komplek tersebut antara lain Direktorat Jenderal Pajak (Jl. Gatot Subroto No. 40-42), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Jl. Jenderal Ahmad Yani, Rawamangun), dan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (Jl. Purnawarman No.99 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan).
Daftar isi[sembunyikan] |
[sunting] Sejarah
Ketika pecah Perang Dunia II kedudukan Indonesia sebagai jajahan Belanda pada waktu itu sangat sulit karena Pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia terpaksa berdiri sendiri berhubung hampir tidak ada hubungannya dengan Pemerintah pelariannya di Inggris.Ini disebabkan karena terjepitnya pemerintah Belanda akibat serbuan bala tentara Jerman. Namun demikian sikap pemerintah Belanda terhadap Indonesia tidak berubah. Terbukti ketika di dalam "Dewan Rakyat" diajukan suatu mosi yang mengusulkan perubahan-perubahan ketatanegaraan Pemerintah Hindia Belanda menunggu keputusan Parlemen Belanda yang sementara telah bubar karena penyerbuan tentara Jerman.
Pada awal tahun 1941 Fraksi Nasional Indonesia mengusulkan kerja sama dengan Belanda di atas dasar "Indonesia Merdeka". Pemerintah Hindia Belanda menolak semua usul dari pihak Indonesia, menolak juga diadakannya milisi untuk bangsa Indonesia, meskipun pada waktu itu jelaslah sudah, bahwa Indonesia tidak dapat dipertahankan oleh orang-orang Belanda sendiri.
Akhirnya sebelum Perang Dunia II berakhir Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 8 Maret 1942 bertekuk lutut dibawah telapak kaki pimpinan-pimpinan balatentara Jepang.
Sejak detik itulah Jepang menguasai Indonesia dan dijadikannya Indonesia sebagai daerah jajahannya di Asia. Mulai saat itu hubungan dengan negara-negara lain terputus, kecuali dengan negara Jepang itu sendiri.
Selama penjajahannya di Indonesia segala kegiatan pemerintah Jepang di Indonesia dipusatkan di Jakarta. Sejak itu untuk melaksanakan kegiatan keuangan sehari-hari Gedung Lama Departemen Keuangan masih merupakan tempatnya. Ini kiranya disebabkan karena pemerintah Jepang tidak mau bersusah payah memindahkan pusat kegiatan keuangan ditempat yang lain.
Jadi Gedung Departemen Keuangan pada masa penjajahan Jepang di Indonesia juga digunakan sebagai pusat kegiatan pengolahan keuangan.
[sunting] Hari Keuangan
Segera sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 diumumkan, pemerintah Republik Indonesia memandang perlu untuk mengeluarkan uang sendiri. Uang tersebut, bagi pemerintah tidak sekedar sebagai alat pembayaran semata-mata, tetapi juga berfungsi sebagai lambang utama suatu negara merdeka, serta sebagai alat untuk memperkenalkan diri kepada khalayak umum.Pada saat itu, pada awal pemerintahan Republik Indonesia keadaan ekonomi moneter Indonesia sangat kacau. Inflasi hebat bersumber pada kenyataan beredarnya mata uang pendudukan Jepang yang diperkirakan berjumlah 4 milyar. Untuk menggantikan peranan uang asing tersebut, dibutuhkan mata uang sendiri sebagai alat pembayaran dan digunakan oleh rakyat Indonesia dari masa ke masa sebagai alat pertukaran, pembayaran dan sebagai alat pemuas kebutuhan yang sah.
Maka pada tanggal 30 Oktober 1946, pemerintah Indonesia merdeka menyatakan hari tersebut adalah hari bersejarah bagi bangsa Indonesia sebagai tanggal beredarnya Oeang Repoeblik Indonesia (ORI). Pada hari itu juga dinyatakan bahwa uang Jepang dan uang Javasche Bank tidak berlaku lagi. Sungguhpun masa peredaran ORI cukup singkat, namun ORI telah diterima dengan bangga di seluruh wilayah Republik Indonesia dan telah ikut menggelorakan semangat perlawanan terhadap penjajah di segenap kubu patriot pembela tanah air. Pada waktu suasana di Jakarta genting maka pemerintah pada waktu itu memutuskan untuk melanjutkan pencetakan ORI di daerah pedalaman, seperti di Yogyakarta, Surakarta dan Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar